Karena mencintai harta dan anak-anak
adalah sesuatu yang menjadi tabiat kebanyakan jiwa, sehingga akan menyebabkan
lebih dia utamakan daripada kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal itu akan mendatangkan
kerugian yang besar.
Kecenderungan hati terhadap harta juga digambarkan
oleh Allah SWT, yang Artinya : “Hai Orang-orang beriman, janganlah hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Surat Al-Munafiqun ayat
9)
Ketertarikan orang terhadap harta akan memunculkan beberapa
sikap. Kita tak perlu heran jika orang-orang akan mendekat kepada mereka yang
memiliki harta melimpah. Sementara dapat kita saksikan mereka yang tak punya
sepeser harta akan cenderung dijauhi orang-orang.
Kita
mungkin menangis saat kehilangan harta. Sebaliknya, kita akan melonjak riang
begitu memperoleh harta.Sejatinya kita harus menelisik kegembiraan kita kala
mendapat harta. Kita juga harus memeriksa kesedihan kita saat berpisah dengan
harta.Kita seharusnya bertanya apakah kegembiraan kita kala mendapatkan harta
disebabkan hanya pada jumlahnya yang bertambah? Atau kita gembira karena kita
memperoleh harta tersebut dengan jalan yang benar?
Apakah
harta tersebut adalah harta halal? atau justru berasal dari harta yang haram?
jika kita menyadari kita memperoleh tambahan harta dari jalan yang tidak benar
lalu kita masih tetap bergembira, kita harus bertanya kita bergembira untuk
apa?
Kita
justru harus sedih sebab bertambahnya harta akibat diperoleh dari jalan yang
Allah murkai. Jika kita amat gembira karena kita mendapat jutaan harta karena
korupsi, maka sifat kecenderungan terhadap yang harta yang alami sudah
bergeser. Berubah menjadi kecenderungan pada hal-hal yang salah.
Begitu
pula saat kita kehilangan harta. Jika berkurangnya harta karena
kewajiban-kewajiban seperti zakat atau melunasi utang, seharusnya kita
bersyukur. Jika berkurangnya harta bersebab amaliyah sunah seperti infak,
wakaf, menolong sesama Muslim maka justru kita harus bahagia. Sejatinya yang
habis dibelanjakan di jalan Allah tak benar-benar habis.
Justru
harta tersebut masih utuh dan abadi. Sebabnya, harta yang dibelanjakan di jalan
Allah akan menjadi saksi perbuatan amal kita di akhirat. Sementara harta yang
kita tahan sejatinya itulah yang habis. Karena tidak akan menjadi pemberat amal
saat pengadilan Allah digelar di Hari Akhir. Insha Allah
Salurkan Infak Anda ke rekening Panti Asuhan Yasibu:
Mandiri : 144-00-1257698-6
BRI :
6381-01-011934-53-5
BRI Syariah : 1005333818
a.n. Yayasan Insan Indonesia Bersatu.